Sangat berkesan sekali saya diseru oleh anak PKI
Dalam suasana propaganda Orde Baru, tujuh anak itu — ditempatkan di bawah asuhan beberapa keluarga dekat ibunya — tumbuh besar dalam stigma terkait sejarah politik ibunya Salah satu dari anaknya, Nusa Eka Indriya, berumur sembilan tahun ketika mereka dipaksa keluar dari rumahnya tidak lama setelah peristiwa G30S 1965, berkali-kali menerima pertanda buruk dari sebagian masyarakat.
Setiap kali saya mengingat kenangan masa lalu itu, oh, saya berharap tak akan terulang lagi kejadian tersebut. Kita https://tanjungduren.com/ biarkan saja, kata Nusa ketika dihubungi BBC News Indonesia, pertengahan bulan September yang lalu.
Karenanya menjadikan kesan yang sangat mendalam. Imagi, pas kita main-main, diseru ‘PKI, PKI’, ujar lelaki yang lahir tahun 1956 dan bapak enam anak ini Peristiwa lain yang dia sebut begitu berkesan adalah adanya gambar-gambar ibunya dalam ukuran besar yang dipasang di dinding sebuah rumah. Dia selalu melalui itu setiap kali pergi dan kembali dari sekolah.
Terdapat pernyataan ‘menangkap hidup atau mati Francisca’ dengan gambar ibu saya. Itu rasa tekanan yang amat berat bagi saya pada masa itu, katanya dengan suara lembut Kenyataan gambar dan teks tersebut ternyata sangat mengguncang perasaan Santi. Pada waktu itu, dia menjadi murid di sebuah sekolah dasar yang terletak tidak begitu jauh dari tembok rumah itu Ketika waktu tersebut, saya mulai merenung, ‘kenapa ya [dengan ibu saya]’. Santi mengungkapkan bahwa itu sangat berkesan.
Maya, si bungsu, pada saat itu tidak terlepas dari label negatif dari beberapa orang. Dia ingat ketika seseorang kawannya di sekolah rendah memanggilnya ‘Partai Komunis Indonesia’ Saya mengikuti dia sampai ke rumahnya, saya mencabutnya rambutnya. Anak itu sering mencela saya [Partai Komunis Indonesia], kata Maya.
Santi ngaku sempat menampar temannya waktu jaman SD karena juga disebut ‘komunis’ Dia mengatakan ‘dasar anak anggota PKI’, kemudian saya memukulnya, hingga akhirnya harus berurusan dengan kepala sekolah ungkap Santi Dan waktu terus berjalan.
Maka waktu terus bergerak. Masuk ke kelas SMA, Maya secara sengaja memilih untuk tidak terlalu akrab dengan teman-temannya supaya tidak sering disoal oleh orang tua di mana berada Era itu sudah ada klub malam, saya ikut saja. Saya datang ke acara ulang tahun setelah diajak. Tapi aku gak terlalu dalam dengan mereka.
Dikarenakan bakal ada pertanyaan, ‘Ibu mana, Ayah mana?’ Itu selalu disampaikan, Maya berkata pelan, sambil mengambil napas panjang Untuk Maya, stigma seperti itu tidak terlepas dari propaganda yang terus disebarkan pada era Orde Baru. Walaupun begitu, mereka [yang mencaci] tidak memiliki pengetahuan.
Aku rasa ibuku nggak salah kok. Ini cuma hal politis. Ayah saya [setelah dilepaskan] yang sering memberikan informasi ucapnya Oleh karena itu, Maya enggan menonton film Peristiwa G30S/PKI yang biasanya diputar setiap tahun di televisi saat rezim Orde Baru Aku ogah juga nolak Penataran P4, aku nggak bau sih. Aku merasa terkekang, terutama para tahanan politik di lingkungan ini pada saat ini, aku tidak mau, aku Maya yang lulusan jurnalistik.