Penggunaan joki tugas: kesalahan standar?
Dalam beberapa waktu terakhir, percakapan di jagat media sosial X tentang praktik joki tugas telah meningkat. Setelah influencer pendidikan Abigail Muria mengangkat masalah ini ke publik, diskusi ini muncul.
Sebagian besar pengguna media sosial menentang joki tugas, terutama mereka yang menjadi siswa. Mereka berpendapat bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk kecurangan yang sangat parah dan merusak reputasi sekolah.
Jika siswa gagal menyelesaikan tugas mereka sendiri, mereka dianggap tidak bertanggung jawab dan tidak menghargai proses pembelajaran. Selain itu, kritik kritis ditujukan kepada institusi pendidikan yang dianggap gagal melakukan pengawasan yang efektif, memungkinkan praktik ini berkembang.
Fenomena joki tugas semakin menimbulkan kekhawatiran. Munculnya platform seperti Kerjainplis yang beroperasi secara profesional menunjukkan bahwa industri ini telah berkembang secara signifikan.
Apakah alasan mengapa praktik kecurangan seperti ini semakin populer dan dianggap normal oleh beberapa orang?
Dalam episode terbaru SuarAkademia, kami berbicara dengan Dina Heriyati dari Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga. Dia pernah melakukan penelitian tentang penipuan kontrak.
Dina mengatakan bahwa banyak siswa menggunakan layanan joki tugas karena mereka percaya bahwa ini membantu mereka mencapai tujuan mereka dan mengurangi stres yang disebabkan oleh banyaknya kuliah.
Ia juga mengatakan bahwa norma-norma subjektif di lingkungan yang juga melibatkan penipuan kontrak memberikan alasan bagi orang-orang untuk melakukan praktik tersebut. Jika mereka melihat teman sebaya atau kelompok referensi lainnya menggunakan jasa joki tugas, siswa cenderung menormalkan perilaku tersebut dan menganggapnya dapat diterima secara sosial.
Menurut Dina, persepsi kontrol adalah faktor tambahan yang memengaruhi keputusan siswa. Mahasiswa yang percaya mereka dapat mengendalikan situasi dan menghindari deteksi cenderung lebih berani melakukan kecurangan. Persepsi ini dipengaruhi oleh hal-hal seperti tingkat kepercayaan diri seseorang, pengalaman sebelumnya, dan pengetahuan tentang sistem pengawasan yang ada di institusi pendidikan.
Konsep global
Fokus kebijakan pendidikan Jokowi terutama pada internasionalisasi, seperti yang ditunjukkan oleh upaya universitas kelas dunia untuk mencapainya.
Di satu sisi, target ini mendorong universitas Indonesia untuk bersaing di kancah internasional, tetapi fokus pada peringkat internasional tidak membantu menyelesaikan masalah sebenarnya di Indonesia.
Jokowi telah menetapkan beberapa kebijakan pendidikan melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) selama pemerintahannya. Sebagai contoh, kebijakan klik disini Universitas Kelas Dunia, Program Belajar Merdeka di Kampus Merdeka, dan perubahan terbaru dalam sistem karier dosen dalam Permendikbudristek No.44/2024.
Artikel ini meninjau ulang kebijakan pendidikan yang dibuat selama pemerintahan Jokowi dan menyarankan bagaimana kebijakan tersebut dapat dipertahankan selama era Prabowo Subianto.