HaHa di Hari Ini (Fast) Fashion Penting, buat Siapa?
Pernyataan menarik! Bukan lantaran seperti perkataan seorang publik relations sebuah jenama mode, tetapi karena sukses menyulut saya pikirkan lagi industri mode. Apakah benar mode krusial untuk ekonomi, warga, bahkan juga gestur personalitas kita?
Beberapa angka Fantastik
Bila mengarah pada angka statistik, tidak dapat disangkal, industri mode adalah bidang ekonomi paling besar di dunia, melebihi bidang tehnologi dan informasi (Mode Revolution). Berdasarkan catatan Mode United, pasar baju visit here global (mencakup baju lelaki, wanita, dan baju olahraga) capai nilai 3 triliun dolar, menyumbangkan 2 % Gross Domestic Product (GDP) dunia, dan sanggup menyerap sekitaran 75 juta orang tenaga kerja di penjuru dunia.
Apa sebetulnya arti beberapa angka itu? Untuk seorang pelaku bisnis, dapat bermakna kesempatan usaha. Untuk pelaksana negara, menjadi signal untuk merangkum peraturan investasi asing lebih terbuka, atau injakan untuk menggerakkan perubahan jenama lokal masuk kompetisi pasar global. Tetapi untuk saya simpel saja. Beberapa angka itu ialah pertanda berlangsungnya putaran modal, di mana baju ialah komoditasnya.
Pertanyaannya selanjutnya, seberapa banyak sebetulnya baju yang dibuat di bumi ini hingga dalam ekonomi jadi krusial? Disini kita akan temukan beberapa angka fenomenal. Zara contohnya, menghasilkan sekitaran 450 juta potong baju /tahun (Cline, 2014). Jenama asal Spanyol ini mampu tawarkan sekitaran 10,000 desain baru setiap tahun dari 40.000 perancangan yang dibikin beberapa desainernya (Ferdows, Lewis, dan Machuca, 2004), tampilkan style/mode baju baru di setiap tokonya 2x dalam satu minggu, dan sanggup membuat desain, menghasilkan sampai mengirim baju baru ke seluruh dunia cuma dalam kurun waktu lima belas hari (Ferdows, Lewis, dan Machuca, 2004).
Produksi baju yang berlimpah searah dalam jumlah tokonya yang semakin meningkat. Inditex, perusahaan yang memayungi Zara, Pull and Bear, Massimo Dutti, Berskha, Stradivarius, Oysho, dan Uterque, pada 2008 memiliki toko sekitar 3.691, menyebar di 68 negara (Anguelov, 2016). 9 tahun selanjutnya (2017) banyaknya bertambah nyaris 2x lipat, jadi 6.740 toko, menyebar di 93 negara (Inditex). Itu maknanya, Inditex buka lebih kurang dua toko dalam satu hari, atau sekitaran 745 toko /tahun (Data berdasar penghitungan penulis. Sumber: Inditex).
Kompetitornya, H&M (Hennes and Mauritz) asal Swedia, terdaftar memiliki 3.962 toko di penjuru dunia dengan kekuatan produksi capai 550 juta potong /tahun (Cline, 2014). Dari sisi H&M ada Uniqlo. Meskipun jenama asal Jepang ini tidak memiliki toko sekitar Zara dan H&M (1.861 toko), tapi sanggup menghasilkan baju sampai 600 juta potong /tahun (Cline, 2014).
Zara, H&M dan Uniqlo ialah tiga jenama besar yang mempresentasikan apa yang umum disebutkan fast-fashion. Sejumlah merek semacam yang cukup familier sama kita di Indonesia diantaranya Topshop, Forever 21, Mango, GAP, Cotton On, Next, dan New Look.
Jaga Perputaran Modal
Dalam artian umum istilah fast-fashion menunjuk pada koleksi baju murah yang mengikuti trend baju eksklusif (Joy, Sherry, Venkatesh, Wang, dan Chan, 2012). Dalam artian akademiknya, fast-fashion ialah taktik usaha yang mempunyai tujuan memendekkan: (1) proses atau tingkatan dalam perputaran pemasaran baju; dan (2) lead times (produksi, distribusi, dll.) dalam rantai suplai ( suplai chain), hingga dapat tawarkan produk baru ke pasar secepat-cepatnya (saksikan Barnes dan Lea-Greenwood, 2006; dan Choi, 2014). Dua elemen yang memicunya ialah quick rensponse dan enhanced desain (Cachon dan Swinney, 2011).